TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
Jumat, 21 Mei 2010
My Children: Cindy and Tasya
posted by ranlawani @ 22.11   0 comments
Analisis Kelayakan Usaha Pertanian
posted by ranlawani @ 22.08   0 comments
Jumat, 14 Mei 2010
Pendidikan jarak jauh | universitasaustrali
Pendidikan jarak jauh | universitasaustrali
posted by ranlawani @ 07.53   0 comments
Minggu, 09 Mei 2010
Panili Budidaya dan Penanganan Paspa Panen
posted by ranlawani @ 01.38   0 comments
Rabu, 19 November 2008
Pengawetan Pangan Dengan Suhu Rendah

A.  Dasar Pengawetan Dengan Suhu Rendah

            Setiap jaringan-jaringan hidup seperti bahan hasil pertanian mempunyai suhu optimum untuk berlangsungnya proses metabolisme secara normal. Pada kondisi suhu yang lebih tinggi atau rendah dari suhu optimum, proses metabolisme akan berjalan lebih lambat, atau malahan dapat berhenti sama sekali pada suhu yang terlalu tinggi atau rendah. Pada umumnya proses metabolisme berlangsung terus setelah bahan hasil pertanian dipanen, sampai bahan menjadi mati dan akhirnya membusuk.

            Pengaturan suhu memiliki peran yang sangat penting dalam pengawetan bahan pangan. Baik suhu rendah maupun suhu tinggi sangat berperan dalam mempertahankan mutu bahan. Pada suhu yang lebih rendah kerusakan bahan pangan dapat ditekan kenilai yang minimum.

            Secara umum dapat disebutkan bahwa setiap penurunan suhu 10oC (18oF) akan mengurangi laju reaksi kerusakan bahan pangan setengah kalinya atau laju metabolisme akan berkurang setengahnya. Sebaliknya, laju reaksi ini dalam batasan kisaran suhu fisiologis meningkat meningkat secara eksponensial dengan peningkatan suhu. Van’t Hoff seorang ahli kimia Belanda menjelaskan bahwa, laju reaksi kimia kurang lebih dua kali untuk setiap kenakan suhu 10oC (18oF), yang secara matematis dinayatakn dengan penggunaan suhu “quosien suhu” (Q10), yaitu :

Q10  =  (R2 / R1)10/(t2 - t1)  =  Konstan kurang lebih 2

Dimana : t2, t1       =   Suhu (oC)

                R2, R1    =   Laju pada kedua macam suhu tersebut

Dari formula ini dapat dihitung baik (Q10) atau laju yang belum diketahui pada perbedaan suhu tertentu.

            Fenomena hubungan antara laju proses metabolisme dengan suhu inilah yang menjadi dasar pengawetan bahan pangan dengan penggunaan suhu rendah. Penyimpanan bahan pangan pada suhu rendah dapat memperpanjang masa hidup jaringan-jaringan di dalam bahan pangan tersebut. Hal ini bukan hanya keaktifan proses metabolisme menurun, tetapi juga karena pertumbuhan mikroba penyebab kerusakan dapat diperlambat. Selain itu laju reaksi-reaksi kimia dan enzimatis juga diperlambat pada suhu rendah. Semakin rendah suhu semakin lambat proses tersebut.

 

B.  Cara Pengawetan Dengan Suhu Rendah

            Cara pengawetan bahan pangan dengan penggunaan suhu rendah dibedakan menjadi dua, yaitu pendinginan (cooling) dan pembekuan (freezing). Secara terminologis dapat diterima bahwa pendinginan diartikan sebagai penggunaan suhu diatas titik beku bahan atau mengacu kepada pendinginan yang tidak mencapai titi beku bahan, dengan maksud untuk mempertahankan sifat-sifat bahan semula, sedangkan pembekuan diartikan sebagai penggunaan  suhu dibawah titik beku bahan sehingga menyebabkan proses perubahan dari fase cair menjadi fase padat.

            Dalam praktek pengawetan bahan pangan dengan penggunaan suhu rendah banyak digunakan istilah-istilah sebagai berikut :

a.         Pendinginan ringan (cooling), jika digunakan suhu diantara 6-15oC atau dibawah suhu kamar.

b.         Pendinginan sedang (chilling), jika digunakan suhu anatar 0-6oC, yang seiring disebut dengan refrigerasi.

c.         Pendinginan berat (deep chilling), jika digunakan suhu antara titik beku bahan sampai 0oC.

d.         Pembekuan (freezing), jika digunakan suhu dibawah titik beku bahan.

e.         Pembekuan berat (deep refrigeration), jika digunakan suhu yang sangat rendah, misalnya pendinginan dengan nitrogen cair dan carbondioksida cair, yang disebut pula dengan teknik kriogenik (cryogenic).

Pengawetan bahan pangan dengan cara pendinginan dan pembekuan masing-masing akan memberikan pengaruh yang berbeda baik terhadap rasa, tekstur, nilai gizi dan sifat-sifat lain dari bahan, ataupun terhadap keaktifan mikroorganismedi dalam bahan pangan. Beberapa bahan pangan menjadi rusak pada suhu penyimpanan yang terlalu rendah.

Begitu juga penggunaan suhu rendah dalam pengawetan bahan pangan tidak dapat membunuh bakteri, sehingga jika bahan pangan beku misalnya dikeluarkan dari penyimpanan dan dibiarkan mencair kembali (thawing), pertumbuhan bakteri pembusuk kemudian berjalan cepat kembali.

Perbedaan lain antara pendinginan dan pembekuan adalah dalam hal pengaruhnya terhadap keawetan bahan  pangan. Pendinginan biasanya dapat mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau minggu tergantung pada macam bahan pangannya, sedangkan pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan untuk beberapa bulan atau kadang-kadang beberapa tahun.

 

1.  Pendinginan

            Alat pendingin yang pertama digunakan manusia adalah gua-gua alam, terutama di daerah vulkanik dengan cuaca dingin dan kering. Dari sini manusia mempelajari bahwa bila dia menggali lubang di dalam tanah, mereka dapat menyimpan makanannya untuk jangka waktu yang cukup lama.

            Penggunaan es sebagai pendingin dimulai tahun 1800. Segera didapatkan bahwa bahwa pangan yang di simpan di udara dingin sama saja halnya bila di simpan dalam es. Pada akhir abad ke-18, penyimpanan bahan pangan dalam refrigerator atau lemari pendingin mulai dikembangkan. Pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan diatas suhu pembekuan bahan yaitu -2 sampai +10oC. Pendinginan yang biasa dilakukan sehari-hari dalam lemari es adalah pada suhu  5-8oC.

            Bahwasanya pendinginan merupakan proses pembuangan kalor dari suatu bahan sehingga suhunya turun dan dijaga tetap pada suatu tingkat. Kalor adalah suatu bentuk energi dari berbagai benda. Dingin dapat menyatakan suatu keadaan pada tingkat kalor yang relative rendah. Bahan yang didinginkan pada penyimpanan sesungguhnya mengalami pembekuan kalor dan bukan “dingin” yang dipompakan kedalam air dan kemudian air menjadi dingin, maka proses yang terjadi sesungguhnya adalah penyerapan kalor dari air oleh es.

            Bahan pangan dapat didinginkan dengan beberapa metode pendinginan, yaitu menggunakan: udara dingin (pendinginan ruang dan pendinginan dengan hembusan udara), air dingin (hydrocooling), kontak langsung dengan es, dan penguapan air dari bahan (pendinginan evaporatif dan pendinginan vakum). Kemungkinan cara pendinginan paling umum adalah pendinginan ruang dimana bahan segar dalam kotak, peti atau kemasan lain diperlakukan dengan udara dingin dalam gudang dingin normal. Laju pendinginan dengan udara dingin dapat dengan nyata ditingkatkan bila permukaan transfer panen diperbesar dari luas kemasan sampai permukaan total bahan segar. Dengan menekan udara melalui kemasan dan sekeliling masing-masing bahan segar, pendinginan dengan udara bertekan dapat mendinginkan bahan tersebut dalam kurang lebih 1/4-1/10-nya lama waktu yang dibutuhkan untuk pendinginan ruang.

Dalam pendinginan hidro, air berperanan sebagai medium transfer panas merupakan metode yang cepat untuk bahan segar  karena air mempunyai kapasitas panas yang lebih besar dari pada udara. Pendinginan hidro berlangsung cepat apabila air kontak dengan sebagian besar permukaan bahan segar dan diatur suhunya sedekat mungkin dengan 0oC.

Pendinginan dengan kontak es  digunakan secara luas untuk pendinginan pendahuluan bahan segar, mempertahankan suhu selama transit, terutama untuk komoditi yang lebih mudah mudah rusak seperti sayuran berupa daun. Sayuran yang mempunyai rasio luas permukaan dan volume tinggi dapat dengan cepat dan seragam didinginkan dengan mendidihkan sebagian airnya pada tekanan rendah. Cara ini disebut pendinginan vakum dan secepat pendinginan hidro. Sedangkan pendinginan dengan penguapan merupakan proses yang sederhana dimana udara kering didinginkan dengan meniupkannya melalui permukaan yang basah.

Didalam pendinginan, perlu diperhatikan mengenai mutu bahan yang akan didinginkan, suhu ruang pendingin, kelembaban udara di dalam ruang pendingin, dan sirkulasi udara serta jarak tumpukan di dalam ruang pendingin.

Penyimpanan dingin mempunyai pengaruh terhadap bahan yang didinginkan seperti terjadi kehilangan berat, keruasakan dingin, kegagalan untuk matang dan kebusukan. Kehilangan berat buah-buahan selama di simpan terutama disebabkan oleh kehilangan air, akibat air dalam jaringan bahan menguap atau terjadinya transpirasi. Kehilangan air yang tinggi akan menyebabkan terjadinya pelayuan dan pengeriputan bahan sehingga dapat menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan. Kondisi seperti ini dapat dicegah dengan cara mengurangi transpirasi, yakni menaikkan kelembaban nisbi udara, menurunkan suhu, mengurangi gerakan udara, dan dengan menggunakan kemasan.

Pada suhu yang rendah (0-10oC), buah-buahan dapat mengalami kerusakan karena tidak dapat melakukan proses metabolisme secara normal. Kondisi ini terlihat ketika bahan dikeluarkan dari ruang penyimpanan, seperti adanya lekukan, cacat, bercak-bercak kecoklatan pada permukaan, penyimpangan warna di dalam, atau gagal matang pada beberapa komoditi karena penyimpanan begitu lama.

Mekanisme terjadi kerusakan dingin antara lain: (a) terjadinya respirasi abnormal, (b) perubahan lemak dan asam lemak dalam dinding sel, (c) perubahan permeabilitas membrane sel, (d) perubahan dalam reaksi kinetic dan thermodinamika, (e) ketimpangan distribusi senyawa kimia dalam jaringan, dan (f) terjadinya penimbunan metabolit beracun.

Disamping itu sering terjadi kondensasi pada komoditi yang bertekstur lunak seperti buah-buahan pada saat dikeluarkan dari ruang penyimpanan dingin. Kondensasi ini terjadi pada permukaan bahan. Air yang berkondensasi ini terjadi harus dikurangi karena dapat merangsang kebusukan. Namun tidak semua bahan dapat menjadi busuk akibat adanya kondensasi ini.

 

2.  Pembekuan

            Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku. Sama halnya pada penyimpanan dingin, pada proses inipun terjadi penghambatan yang jauh lebih efektif terhadap aktivitas metabolisme dan pertumbuhan mikroba serta laju reaksi-reaksi kimia dan enzimatis.

            Berdasarkan atas lamanya waktu yang diperlukan untuk melewati daerah kritis pembekuan (thermal arrest time) terbentuknya kristal-kristal es yang berukuran kecil (pada suhu diantara 0oC dan -5oC), proses pembekuan dapat digolongkan dalam 2 macam yaitu pembekuan cepat dan pembekuan lambat.

            Meskipun demikian batas waktu limit yang digunakan untuk membedakan antara metoda pembekuan cepat dengan metoda lambat tidak dapat jelas. Sebagai contoh, Inggris menentukan batas waktu untuk melewati daerah kritis sebagai pembekuan cepat adalah tidak lebih dari pada 122 menit, Jepang memberikan criteria kurang dari 30 menit dan Amerika Serikat menggunakan waktu antara   70-100 menit.

            Dalam prakteknya, proses pembekuan yang baik biasanya dilakukan pada suhu -12oC sampai -24oC. Pembekuan cepat (quick freezing) dilakukan pada suhu    -24oC sampai -40oC dalam waktu kurang lebih dari ½ jam. Sedangkan pembekuan lambat biasanya berlangsung selama 30-72 jam.

            Pembekuan cepat mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan cara lambat karena kristal es yang terbentuk kecil-kecil sehingga kerusakan mekanis lebih sedikit terjadi, factor pemadatan air cepat, pencegahan pertumbuhan mikroba juga cepat terjadi dan kegiatan enzim juga cepat terhenti. Bahan makanan yang dibekukan dengan cara cepat mempunyai mutu lebih baik dari pada yang dibekukan lambat.

 

posted by ranlawani @ 21.48   0 comments
Pengawetan Bahan Pangan

A.  Pengertian Pengawetan

            Istilah pengawetan mengandung pengertian yang tidak sama dengan istilah pengolahan. Pengawetan bahan pangan merupakan upaya yang dilakukan oleh manusia sedemikian rupa, sehingga bahan tersebut tidak mudah rusak atau mempunyai daya simpan atau masa simpan yang lebih lama dibandingkan sebelum dilakukan upaya tersebut. Proses pengawetan barangkali lebih tepat bila diuraikan sebagai usaha untuk menghambat kerusakan karena lambat atau cepat bahan yang awet akan mengalami kerusakan.

            Sifat cepat rusak atau awetnya suatu bahan hasil olahan umumnya tergantung pada usaha lain yang diberikan selama atau sesudah pengolahan, meskipun jelas bahwa bahan olahan tidak selalu harus awet. Sebagai contoh, pembuatan saus tomat adalah suatu langkah menglah buah tomat menjadi makanan baru, namun daya simpannya tergantung pada perlakuan selanjunya. Kalau dibiarkan saja telah diolah, mungkin daya simpannya hanya sehari, tetapi kalau diberikan bahan pengawet dan dipasteurisai kemudian dibotolkan, bahan olahan tersebut akan menjadi awet atau lebih tahan lama disimpan.

Daya awet suatu bahan berbeda untuk suatu bahan terhadap bahan yang lainnya. Ada bahan yang meskipun dapat tahan beberapa hari saja sudah dikatakan awet, yang lain meskipun dapat tahan selama 3 bulan namun belum disebut awet. Ikan dan daging segar dalam suhu kamar hanya tahan 1-2 hari saja, tetapi sekiranya dalam kondisi tersebut masih tahan dalam 1 minggu, maka ikan dan daging tersebut dikatakan awet. Sebaliknya ikan dan daging kaleng pada suhu kamar yang seharusnya daya awetnya sekitar 6 bulan, tetapi sekiranya hanya tahan 3 bulan, maka ikan dan daging tersebut dikatakan tidak awet. Karena itu istilah awet suatu bahan sebetulnya melibatkan pengertian relative terhadap daya awet alamiah suatu bahan dalam kondisi normal.

Bahan yang awet mempunyai nilai harga yang lebih tinggi karena resiko terjadinya kerusakan lebih kecil. Bahan yang awet meskipun mengalami perubahan-perubahan tetapi terjadinya sangat lambat seolah-olah tidak mengalami perubahan. Karena tidak mengalami perubahan, maka bahan yang mula-mula bermutu baik akan tetap baik selama jangka waktu tertentu.

 

B.  Prinsip Pengawetan

Bahan biologi hasil pertanian merupakan benda hidup yang berarti melakukan proses metabolisme selama bahan tersebut masih hidup. Proses metabolisme bahan merupakan suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan bahan demi kelangsungan hidupnya. Kebutuhan yang utama adalah energi untuk berlangsungnya reaksi metabolisme. Proses metabolisme ini perlu dipertahankan/dihambat, dan jangan dibiarkan berlangsung cepat karena dapat mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan yang akhirnya dapat menyebabkan bahan tersebut rusak dan terjadi kebusukan.

Untuk menghambat proses metabolisme bahan hasil pertanian dapat dilakukan beberapa cara diantaranya dengan pendinginan. Sebago contoh misalnya, hewan setelah disembelih harus segera dikuliti, dibersihkan dan didinginkan. Pembersihan, pengulitan dan pendinginan ini hanya dapat menghambat kerusakan dalam waktu yang terbatas yaitu untuk beberapa jam atau paling lama beberapa hari. Dengan cara ini mikroba atau enzim tidak seluruhnya rusak atau inaktif sehingga dapat aktif kembali secara cepat pada kondisi lingkungan yang cocok.

Pada umumnya upaya yang dapat dilakukan oleh manusia untuk mengawetkan bahan pangan diantaranya adalah pengaetan dengan suhu tinggi, suhu rendah, pengasapan, pengeringan, penggunaan asam-garam-gula dan bahan kimia, serta pengaewetan dengan iradiasi.

Cara-cara pengawetan ini diantaranya mungkin dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan jika tidak dikontrol secara hati-hati, oleh karena itu harus digunakan dalam batas-batas tertentu misalnya panas yang digunakan harus dapat membunuh mikroba tetapi tidak boleh menurunkan nilai gizi dan citarasa bahan pangan.

Secara singkat semua metode pengawetan pangan ini didasarkan atas prinsip-prinsip sebagai berikut :

1.      Menghambat terjadinya penguraian oleh mikroba dengan membunuh atau mengurangi jumlah mikroba pada bahan pangan.

2.      Menghambat dekomposisi sendiri dari bahan pangan, misalnya dengan merusak atau menginaktifkan enzim di dalam bahan pangan.

3.      Memperlambat proses metabolisme atau reaksi biokimia lainnya.

4.      Mencegah kerusakan karena adanya factor-faktor dari luar seperti serangan oleh serangga, parasit maupun kerusakan mekanis.

 

C.  Tujuan Pengawetan

Tujuan dari pengawetan pangan secara komersial adalah untuk menghambat atau mencegah terjadinya kerusakan, mempertahankan mutu, dan menghindari terjadinya keracunan melalui metode ekonomi yang mengontrol pertumbuhan mikroba, mengurangi perubahan kimia, fisik dan fisiologis yang tidak diinginkan, serta menghindari kontaminasi sehingga dapat mempermudah penanganan dan penyimpanan lebih lanjut.

posted by ranlawani @ 21.24   0 comments
Manfaat Tanaman Aren

          Tanaman aren (Arenga pinnata, Merr) merupakan tanaman serba guna bagi manusia. Selain sebagai tanaman penghasil berbagai bahan yang dibutuhkan oleh manusia, tanaman aren merupakan tanaman pelindung tanah yang sangat efektif, terutama di areal tanah yang kritis. Tanaman aren telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat, khususnya di wilayah pedesaan, dibanyak tempat  di Indonesia. Hal ini disebabkan tanaman aren banyak tumbah secara alami di lahan pertanian dan hampir semua bagian tanaman dimanfaatkan oleh manusia (Pontoh, 2004).

          Aren merupakan tanaman palma yang sudah dikembangkan di beberapa daerah karena produk yang dihasilkan sangat bermanfaat dalam mendukung perekonomian pedesaan. Daerah-daerah yang telah mengembangkan tanaman ini adalah Sumatera Utara, Jawa Barat, Sulawesi Utara dan beberapa daerah lainnya. Disamping itu, tanaman ini dipakai sebagai salah satu komponen untuk penghijauan lahan kritis dengan sistim agroforesti (Mongea, 1991; Polakitan dan Akuba, 1993).

          Menurut data Ditjenbun (2003), total areal tanaman aren dari 14 daerah sentra pengolahan gula aren diperkirakan seluas 60.482 ha. Daerah sentra adalah daerah dengan areal lebih dari 1.000 ha dan petani di daerah tersebut mengolah nira aren menjadi gula atau alkohol. Perkiraan luas areal tanaman aren di daerah sentra tersebut untuk Nangroe Aceh Darussalam 4.081 ha, Sumatera Utara 4.357 ha, Sumatera Barat 1.830 ha, Bengkulu 1.748 ha, Jawa Barat 13.135 ha, Banten 1.448 ha, Jawa Tengah 3.078 ha, Kalimantan Selatan 1.442 ha, Sulawesi Utara 6.000 ha, Sulawesi Selatan 7.293 ha, Sulawesi Tenggara 3.070 ha, Maluku 1.000 ha, Maluku Utara 2.000 ha dan Papua 10.000 ha (Rumokoi, 2004).

          Tanaman aren menghasilkan ijuk rata-rata 2 kg/pohon/tahun pada umur 4 hingga 9 tahun dan buah kolang-kaling 100 kg/pohon, dan tepung aren rata-rata 40 kg/pohon, jika pohon tidak disadap. Setelah masa produktif, kayu aren dapat diolah menjadi mebel dan kerajinan tangan dengan tekstur yang khas (Akuba, 2004). Tanaman ini merupakan salah satu tanaman palma yang dapat menghasilkan produk yang beranekaragaman dan bernilai ekonomis. Selain itu, tanaman ini tergolong tanaman serba guna karena seluruh bagian tanaman ini dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan berupa bahan baku industri, sebagai sumber pangan dan kebutuhan alat rumah tangga (Sarashutah, 2004).

          Hampir seluruh bagian tanaman aren bisa dimanfaatkan oleh manusia, mulai dari mayang, daun, buah dan batang. Mayang, disadap menghasilkan nira. Nira dihasilkan dari penyadapan tongkol (tandan) bunga jantan. Produk pengolahan dari mayang berupa tuak (saguer), gula merah, gula semut, dan alkohol teknis; Daun, dapat dibuat hiasan/anyaman dan tulang daun dapat dibuat sapu; Batang, empulurnya diolah menjadi tepung aren sebagai bahan yang dapat dibuat kue dan atau produk makanan tradisional; dan ijuk, dapat dibuat untuk pengikat dan pada pembuatan mebelair, pengisi matras untuk olah raga; dan Buah, endosperm biji buah aren yang setengah masak/tua berwarna putih serta bertekstur lunak dan kenyal disebut kolang-kaling (pelengkap makanan/buah segar) (Tooy, 2004).

          Kolang-kaling adalah nama cemilan kenyal berbentuk lonjong dan berwarna putih transparan dan mempunyai rasa yang menyegarkan. Kolang kaling yang dalam bahasa Belanda biasa disebut glibbertjes ini, dibuat dari biji pohon aren yang berbentuk pipih dan bergetah. Kolang-kaling disukai sebagai campuran es, manisan atau dimasak sebagai kolak. Selain memiliki rasa yang menyegarkan, mengkonsumsi kolang kaling juga membantu memperlancar kerja saluran cerna manusia. (http://id.wikipedia.org/wiki/Kolang-kaling, diakses Maret 2008). Di Pasaran harga kolang-kaling berkisar Rp. 7.500 - Rp. 15.000/kg (Malik dan Limbongan, 2004).

posted by ranlawani @ 00.17   0 comments
Universitas Khairun Ternate
About Me

Name: ranlawani
Home: Tomohon, North Celebes, Indonesia
About Me:
See my complete profile
Previous Post
Archives
Shoutbox

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Duis ligula lorem, consequat eget, tristique nec, auctor quis, purus. Vivamus ut sem. Fusce aliquam nunc vitae purus.

Links
Powered by

Blogger Templates

BLOGGER